Sabtu, 30 Oktober 2010

HIPOFISASI

Laporan praktikum 09 Januari 2009 M.K. Fisiologi Reproduksi Biota Air

HIPOFISASI

Yulius Sudarwanto, J3H107061, Kelompok 4, Shift I

Abstrak
Dalam dunia budidaya perikanan ketersediaan benih memegang peranan yang sangat penting. Oleh karena itu, ketersediaan benih dapat dihasilkan melalui proses pemijahan. Proses pemijahan agar dapat berhasil harus ditunjang dengan teknologi budidaya. Teknologi budidaya yang dimaksud adalah teknik pemijahan dengan penyuntikan hipofisa kedalam tubuh ikan yang akan di pijahkan. Hipofisasi adalah proses penyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa kepada ikan untuk merangsang kematangan gonad. Praktikum ini bertujuan untuk mengajarkan cara mengambil kelenjar hipofisa pada ikan Mas (Cyprinus carpio). Untuk dapat mengambil dan kemudian mengamati hipofisa ikan mas, harus dilakukan pembedahan pada bagian kepala. Hal ini dilakukan karena hipofisa terletak dibawah organ otak ikan.


Pendahuluan
Dalam dunia budidaya perikanan ketersediaan benih memegang peranan yang sangat penting. Di habitat asli ikan di alam akan memijah secara alami apabila mendapat rangsangan lingkungan yang tepat, sayangnya dalam lingkungan budidaya rangsangan lingkungan itu sulit diwujudkan. Sehingga perlu diadakan rekayasa untuk memijahkan ikan. Rekayasa yang dimaksud merupakan teknologi tepat guna dalam memijahkan ikan, yaitu dengan metode penyuntikan kelenjar hipofisa dari ikan donor ke ikan resipien. Hal tersebut dilakukan untuk merangsang ikan agar proses pemijahan lebih cepat. Hipofisasi adalah menyuntikan ekstrak kelenjar hipofisa untuk merangsang ikan memijah (Susanto, 2001).

Metodologi
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 20 Desember 2008. Praktikum bertempat di bak Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya, kampus Diploma IPB Cilibende. Alat-alat yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah ember atau baskom, botol gelas minuman bersoda, hanphone, alat bedah, pisau dapur, dan tissue atau kain lap. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan mas Cyprinus carpio dan alkohol 70%.
Prosedur pengambilan hipofisa dari ikan mas, yaitu pilih ikan mas jantan yang telah matang gonad dengan cara di striping perut, potong bagian kepala ikan dari belakang tutup operkulum, bedah kepala ikan dengan pisau dapur dari bagian punggung kepala kearah depan secara perlahan hingga bagian organ otak terlihat, bagian organ otak dibuang dengan jarum bedah secara perlahan hingga terlihat titik putih tepat di bawah organ otak, selanjutnya secara perlahan temukan lubang (cella tursica) hipofisa di bawah otak, kemudian ambil dengan jarum bedah secara perlahan dan jangan sampai pecah, setelah kelenjar hipofisa didapat keringkan secara perlahan di atas tissue, setelah kering kelenjar hipofisa dimasukkan ke dalam botol yang berisi alkohol 70% dengan volume alkohol 20 kali volume kelenjar hipofisa, lakukan perendaman hipofisa dengan alkohol 70% dengan selang waktu yang telah ditentukan, yaitu 30 menit  30 menit  8 jam  8 jam  24 jam  24 jam, setelah itu baru kelenjar hipofisa dapat disimpan di dalam lemari es dengan suhu 4°ะก.

Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembedahan ikan mas yang dipraktikumkan, diperoleh kelenjar hipofisa seperti yang ditunjukan pada gambar.

Gambar kelenjar hipofisa ikan mas

Hipofisa adalah kelenjar endokrin yang terletak dalam cella tursica, yaitu lekukan dalam tulang spenoid. Kelenjar hipofisa paling tidak menghasilkan tujuh hormon yaitu GH, ACTH, TSH, LTH, FSH, LH, ICSH, MSH. (budiyanto, 2002). Sedangkan menurut Akhyar (2004) kelenjar hipofisa atau kelenjar pituitari adalah struktur utama dari endokrin. Dua bagiannya mengilustrasikan dua mode dari sintesis dan kontrol hormon. Pada hipofisa bagian posterior, hormon diproduksi di sel-sel neurosekretori dengan bagian badan mereka ada di hipotalamus dan dikeluarkan setelah stimulasi saraf. Hipofisa bagian anterior, hormon diproduksi pada sel-sel yang terspesialisasi, dan pelepasannya distimulasi atau dilakukan dengan melepaskan hormon yang dibuat di hipotalamus. Rangkaian yang kompleks ini membentuk beberapa titik kontrol. Hipofisa terletak di bawah otak, jadi untuk mengambil kelenjar hipofisa langkah pertama yang harus diambil adalah mengeluarkan otak.
Kelenjar endokrin merupakan kelenjar yang hasil sekresinya dialirkan ke dalam peredaran darah. Sehingga sistem endokrin berfungsi sebagai bagian dari sistem koordinasi melalui suatu senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin, yaitu hormon. Hormon dapat berupa peptida, asam amino, protein, atau steroid. Di dalam tubuh, hormon akan diedarkan oleh darah menuju sel target pada organ tertentu. Secara umum, hormon berfungsi mengatur pertumbuhan, perkembangan, metabolisme, reproduksi, tingkah laku, dan homeostatis. Salah satu kelenjar endokrin, yaitu hipofisa (Ahkyar, 2004).
Pemakaian alkohol 70% pada saat perendaman hipofisa, yaitu bertujuan untuk mengawetkan hipofisa agar dapat dipakai dikemudian hari. Pemakaian alkohol 70%, hal ini dikarenakan lekukan tulang atau cella tursica yang sebagai tempat melekatnya hipofisa banyak sekali mengandung lemak dan air. Sehingga pada saat hipofisa direndam dengan alkohol 70%, diharapkan air dan lemak yang tertinggal di hipofisa hilang karena menguap beserta alkohol tersebut.
Kelebihan dari hormon hipofisa adalah hormon ini bisa disimpan dalam waktu lama sampai dua tahun. Penggunaan hormon ini juga relatif mudah (hanya membutuhkan sedikit alat dan bahan), tidak membutuhkan refrigenerator dalam penyimpanan, dosis dapat diperkirakan berdasar berat tubuh donor dan resepien, adanya kemungkinan terdapat hormone-hormon lain yang memiliki sifat sinergik.
Kekurangan dari teknik hipofisasi adalah adanya kemungkinan terjadi reaksi imunitas (penolakan) dari dalam tubuh ikan terutama jika donor hipofisa berasal dari ikan yang berbeda jenis, adanya kemungkinan penularan penyakit, adanya hormon-hormon lain yang mungkin akan merubah atau malah menghilangkan pengaruh hormon gonadotropin.

Kesimpulan
Jadi, hipofisa dapat membantu merangang dan mempercepat proses pemijahan ikan secara semi alami. Kelebihan hormon hipofisa yaitu penggunaannya mudah dan dapat disimpan lama. Sedangkan kekurangannya hormon hipofisa dapat menularkan penyakit.

Daftar Pustaka
Akhyar, Salman. M. 2004. Biologi Untuk SMA Kelas II Jilid 2A. Bandung : Grafindo Media Pratama.
Budiyanto. 2002. Pengaruh Penyuntikan Ekstraks Kelenjar Hipofisa Ikan Patin Terhadap Laju Pertumbuhan Harian Ikan Koi yang Dipelihara Dalam Sistem Resirkulasi. (Skripsi tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Teknologi Hasil Perairan Fakultas Perikananan dan Ilmu Kelautan IPB
Susanto, H. 2001. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Jakarta : Penebar Swadaya

ANATOMI PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI

Laporan praktikum 15 Desember 2008 M.K. Fisiologi

Reproduksi Biota Air

ANATOMI PERKEMBANGAN ORGAN REPRODUKSI

Yulius Sudarwanto, J3H107061, Kelompok 4, Shift I

Abstrak
Anatomi perkembangan organ reproduksi dari setiap ikan, khususnya ikan budidaya berdasarkan bentuk, ukuran dan morfologi gonad umumnya berbeda. Oleh karena itu, dari adanya perbedaan tersebut diperlukan pengaetahuan dan kemampuan analisa dalam menentukan tingkat kematangan gonad ikan. Sehingga hal tersebut merupakan salah satu faktor dilakukannya praktikum ini. Untuk dapat mengetahui anatomi perkembangan organ reproduksi ikan pada praktikum ini, yaitu dilakukan dengan cara pembedahan pada perut ikan. Kualitas telur yang dilihat, yaitu berdasarkan keseragaman diameter telur dan warna telur. Sedangkan sperma yang dilihat, yaitu berdasarkan tingkat keenceran sperma. Tingakat kematangan gonad yang diamati, meliputi tingkat kematangan gonad I hingga tingkat kematangan gonad IV. Praktikum ini dilakukan, brtujuan untuk menentukan stadia perkembangan gonad ikan jantan dan gonad ikan betina. Adapun ikan yang di amati stadia perkembangan gonadnya, yaitu ikan nila (Oreochromis niloticus).


Pendahuluan
Organ reproduksi ikan merupakan hal terpenting dalam menjaga kelangsungan hidup ikan pada umumnya. Menjaga kelangsungan hidup ikan adalah hal yang alami dilakukan oleh ikan itu sendiri. Namun seiring dengan berkembangnya teknologi, proses menjaga kelangsungan hidup ikan dapat dilakukan oleh manusia atau yang sering disebut budidaya ikan secara buatan. Mengetahui anatomi perkembangan organ reproduksi ikan khususnya ikan budidaya, merupakan hal terpenting dalam suatu pembenihan ikan. Sehingga dengan menguasai pengetahuan mengenai anatomi perkembangan organ reproduksi ikan, diharapkan dapat membuat derajat penetasan telur hingga maksimal. Tentunya hal tersebut dapat memberikan keuntungan berupa keuangan dalam usaha budidaya perikanan selain peran serta dalam menjaga kelangsungan hidup ikan tersebut.

Metodologi
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 6 Desember 2008. Praktikum bertempat di bak Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya, kampus Diploma IPB Cilibende. Alat – alat yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah ember atau baskom, baki, alat bedah, hanphone, dan tissue atau kain lap. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan nila.
Prosedur pada praktikum ini, yaitu masing – masing kelompok mengambil lima ekor ikan nila, yakni tiga ekor ikan nila jantan dan dua ekor ikan nila betina, kemudian ikan yang akan diamati dimatikan terlebih dahulu dengan menusukkan jarum bedah ke bagian kepala ikan untuk memutuskan medula oblongatanya, setelah pingsan, bedah perut ikan dengan gunting bedah secara melingkar mulai dari belakang operkulum sampai anus dan hati – hati jangan sampai terkena organ dalamnya, selanjutnya amati gonadnya termasuk kedalam tingkat kematangan gonad ke berapa, serta foto gonad ikan tersebut.

Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan ikan nila (Oreochromis niloticus) yang dipraktikumkan, diperoleh perbedaan tingkat kematangan gonad atau organ reproduksi ikan nila jantan dengan ikan nila betina seperti yang ditunjukkan pada tabel 1 dan 2.


Tabel 1. Tingkat kematangan gonad ikan nila jantan
TKG Gambar Keterangan
I


Keadaan gonad masih kosong transparan dan bentuknya mendekati seperti benang
II


Keadaan gonad mulai sedikit terisi sel sperma
III

Bentuk gonad mulai terlihat dan mulai banyak terisi sel sperma
IV


Bentuk gonad mulai mendekati sempurna dan lebih banyak terisi sel sperma


Tabel 2. Tingkat kematangan gonad ikan nila betina
TKG Gambar Keterangan
I
Keadaan gonad masih kosong transparan
II
Keadaan gonad mulai sedikit terisi sel telur
III
Bentuk gonad mulai terlihat dan mulai banyak terisi sel telur
IV
Bentuk gonad mulai mendekati sempurna dan lebih banyak terisi sel telur

Sistem reproduksi merupakan system yang meliputi proses yang akhirnya menghasilkan keturunan ( individu baru ) untuk mempertahankan kelestarian spesiesnya. System reproduksi terkait dengan sistem saraf dan hormon. Untuk menghasilkan keturunan secara alamiah diperlukan sel – sel kelamin, yaitu gonad jantan (sperma) dan gonad betina (ovarium).
Dalam mempelajari sistem reproduksi, selain melihat jenis kelaminnya juga penting diketahui tingkat kematangan gonadnya (TKG). Mengidentifikasi tingkat kematangan gonad dapat dilakukan pendugaan tentang waktu atau musim pemijahan, tempat pemijahan, dan persiapan induk ikan untuk dipijahkan. Penentuan tingkat pematangan gonad dapat berdasarkan ukuran, bentuk, serta warna gonad atau berdasarkan pengamatan histologi (Tim Asisten ABI).
Tingkat kematangan gonad ialah tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Penambahan berat gonad (ovarium) pada ikan betina adalah antara 10 - 25% dari berat tubuh, sedangkan gonad (testis) ikan jantan 5 - 10%. Pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad ini diperlukan untuk membedakan antara ikan yang akan memijah atau tidak, serta untuk menduga bilamana ikan akan memijah, baru memijah atau selesai memijah. Pengamatan kematangan gonad dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara histologi dan morfologi. Cara histologi dilakukan di laboratorium dengan mengamati anatomi perkembangan gonad secara mendetail. Untuk melihat nilai secara kuantitatif dapat digunakan suatu indeks yang dinamakan "Indeks Kematangan Gonad" atau IKG, yaitu perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad yang dinyatakan dalam persen (Dermawan, 2006).
Berdasarkan tabel gambar diatas, terlihat tingkat kematangan gonad jantan dan gonad betina dari TKG I – IV. TKG I pada gonad jantan terlihat keadaan gonad masih kosong transparan dan bentuknya mendekati seperti benang, TKG II keadaan gonad mulai sedikit terisi sel sperma, TKG III bentuk gonad mulai terlihat dan mulai banyak terisi sel sperma, sedangkan TKG IV bentuk gonad mulai mendekati sempurna dan lebih banyak terisi sel sperma. Untuk TKG I pada induk betina, keadaan gonad masih kosong transparan, TKG II keadaan gonad mulai sedikit terisi sel telur, TKG III bentuk gonad mulai terlihat dan mulai banyak terisi sel telur, apabila TKG IV bentuk gonad mulai mendekati sempurna dan lebih banyak terisi sel telur.


Kesimpulan
Jadi, dari hasil pengamatan pada praktikum anatomi perkembangan organ reproduksi ini, didapat pengetahuan untuk menentukan stadia perkembangan gonad ikan jantan dan gonad ikan betina. Berdasarkan penentuan bentuk, ukuran, dan morfologi gonad ikan nila (Oreochromis niloticus).

Daftar Pustaka
Dermawan, Iwan. 2006. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : Penebar Swadaya.

PRESERVASI SPERMA

Laporan praktikum 09 Januari 2009
M.K. Fisiologi Reproduksi Biota Air

PRESERVASI SPERMA

Yulius Sudarwanto, J3H107061, Kelompok 4, Shift I

Abstrak
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana cara preservasi atau pengawetan sperma ikan, serta mengetahui motilitas sperma yang diamati dalam selang waktu tertentu. Preservasi atau pengawetan sperma dilakukan, adalah untuk memudahkan dalam pengamatan motilitas sperma. Hal ini karena dengan cara preservasi, sperma ikan akan bertahan hidup sedikit lebih lama. Ikan yang dipraktikumkan, yaitu ikan mas (Cyprinus carpio). Karena induk jantan ikan mas lebih cepat matang gonad. Untuk mengetahui tingkat motilitas sperma serta preservasi atau pengawetan sperma dilakukan secara tidak langsung, yakni perut ikan distriping hingga keluar sperma dan langsung disedot syringae. Sperma yang telah distriping langsung diencerkan dengan larutan fisiologis (NaCl) 0.75% dan dimasukkan ke dalam botol film. Untuk mengamati uji motilitas sperma ikan, dilakukan pengamatan dengan menggunakan mikroskop, dengan selang waktu setiap enam jam sebanyak lima kali pengulangan.


Pendahuluan
Pengadaan bibit induk jantan dan betina merupakan faktor yang utama dalam usaha pembudidayaan ikan. Akan tetapi, banyak sekali kendala dalam pengadaan bibit tersebut secara bersamaan. Seperti pengadaan induk betina yang mudah karena banyak jumlahnya, tetapi pada saat pengadaan induk jantan sangat sulit karena jumlahnya yang sedikit. Oleh karena itu, dibuatlah suatu ilmu atau metode yang disebut preservasi atau pengawetan sperma. Preservasi sperma merupakan pengambilan dan pengawetan sperma ikan yang bertujuan untuk menjaga agar sperma dapat bertahan hidup lebih lama pada saat diamati motilitasnya. Sperma yaitu gamet jantan yang dihasilkan oleh testis yang terbentuk melalui proses spermatogenesis.

Metodologi
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 20 Desember 2008. Praktikum bertempat di bak Program Keahlian Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan Budidaya, kampus Diploma IPB Cilibende. Alat-alat yang dipergunakan dalam praktikum ini adalah ember atau baskom, Syringae atau jarum suntik ukuran 1 ml, botol film, mikroskop, pipet tetes, hanphone, dan tissue atau kain lap. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah ikan mas jantan (Cyprinus carpio) dan larutan fisiologis 0.75%.
Prosedur pada praktikum ini dilakukan secara tidak langsung, yaitu masing-masing kelompok mengambil tiga ekor ikan mas jantan, pada daerah alat kelamin dan sekitarnya serta syringae dikeringkan terlebih dahulu dengan tissue hingga tidak terlihat adanya air, kemudian ikan tersebut di striping atau dipijat perlahan hingga keluar sperma berupa cairan putih, secara bersamaan keluarnya sperma, sperma tersebut segera disedot dengan syringae hingga volume 1 ml, selanjutnya sperma tersebut dimasukkan ke dalam botol film yang sebelumnya telah dibilas dengan larutan fisiologis dan dikeringkan, kemudian sperma diencerkan dengan larutan fisiologis 0.75% dengan 10 kali pengenceran, yakni 1 ml sperma diencerkan dengan 10 ml larutan fisiologis 0.75%, selanjutnya lakukan pengamatan di mikroskop.
Prosedur untuk menguji sperma merupakan motil atau tidak yang dilakukan di mikroskop, yaitu sediakan gelas objek, sperma yang telah di campur larutan fisiologis diteteskan 1 tetes di atas gelas objek, kemudian teteskan air tawar 1 tetes di atas gelas objek dengan jarak yang tidak terlalu jauh, mikroskop difokuskan hingga terlihat sel sperma dengan jelas, selanjutnya dengan tusuk gigi air tawar tersebut digeser ke campuran sperma dengan larutan fisiologis yang berada di sampingnya secara perlahan, lalu amati motilitas dari sperma dengan setiap selang waktu 6 jam.

Hasil dan Pembahasan
Sperma adalah cairan yang mengandung sel kelamin jantan atau spermatozoa dan cairan sperma. Setiap spermatozoa terdiri dari kepala, bagian tengah dan ekor. Kepala sperma terisi penuh oleh materi inti, kromosom dan mengandung komponen utama ADN (Adenin Deoksiribosa Nukleat) yang penting sebagai pembawa informasi genetik paternal. Bagian tengah digambarkan sebagai pusat tenaga sperma karena mitokondria terdapat di pusat daerah tersebut. Mitokondria mengandung enzim-enzim yang berhubungan dengan metabolisme yang dapat mengahasilkan energi dalam bentuk ATP. Energi ini diperlukan untuk gerakan spermatozoa. Spermatozoa ikan tergolong ke dalam tipe flagellata, karena mempunyai ekor yang panjang. Ekor ini sebagai organ renang (Sumantadinata, 1979).
Mitokondria merupakan organel tempat berlangsungnya respirasi sel sehingga di tempat ini pula dibentuk energi. Oleh karena itu, organel ini hanya terdapat pada sel-sel aerob. Semakin tinggi kebutuhan suatu sel terhadap energi, semakin banyak pula kandungan mitokondrianya. Bentuk mitokondria adalah berupa batang atau seperti sosis. Setiap mitokondria mempunyai dua lapis membran, yaitu membran luar dan membran dalam. Membran luar berbatasan dengan sitoplasma, sedangkan membran dalamnya membentuk lipatan-lipatan yang disebut Krista. Selain itu, mitokondria juga berperan dalam transportasi elektron pada rantai pernapasan (Akhyar, 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan ikan mas (Cyprinus carpio) yang dipraktikumkan, diperoleh data motilitas sp erma berdasarkan waktu pengamatan yang ditentukan dalam bentuk tabel dan grafik.

Tabel Hasil Motilitas Sperma
Waktu Motilitas
To Tidak bisa dinilai
T6 Tidak bisa dinilai
T12 Tidak bisa dinilai
T18 Tidak bisa dinilai




Grafik Motilitas Sperma

Motilitas sperma berdasarkan data tabel dan grafik di atas diketahui tidak bisa untuk dinilai, yang berarti motilitasnya nol. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas sperma adalah nutrisi, musim, temperatur, frekuensi pemakaian jantan dan hereditas (Perry, 1968 dalam Sutrisna, 2002). Spermatozoa yang belum matang memiliki masa pergerakan yang lebih singkat bila dibandingkan dengan spermatozoa yang matang (Nasrulloh, 2006). Selain itu, induk jantan ikan mas yang akan diambil spermanya telah mati. Sehingga sel spermatozoa mengalami kematian, hal ini dikarenakan sistem metabolisme di dalam gonad telah mati.
Faktor motilitas sperma juga dapat dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Karena menurut Farid (1999) umur spermatozoa bervariasi tergantung kepada spesies ikan, substrat penyimpanan dan suhu penyimpanan. Kemampuan sperma ikan mas untuk membuahi telur akan semakin berkurang dengan peningkatan suhu. Pada suhu 0oC-5oC kemampuan dapat bertahan selama delapan hari, pada suhu 5oC-11oC selama dua sampai tiga hari, dan pada suhu lebih dari 12oC hanya dapat bertahan selama satu hari (Scott dan Baynes, 1980).
Ketahanan hidup sperma hewan lebih tahan lama apabila ada penambahan berbagai zat ke dalam sperma. Syarat utama mendapatkan media penyimpanan yang baik bagi sperma adalah larutan yang isotonik terhadap sperma ikan, yang berfungsi sebagai larutan penyangga untuk menghilangkan keasaman atau kebasaan sperma, dan dapat mempertahankan kehidupan spermatozoa, tetapi tidak meningkatkan spermatozoa. Lama gerakan spermatozoa bertambah dengan kandungan garam yang lebih tinggi, terutama dalam larutan NaCl karena secara nyata larutan NaCl dapat berperan seperti sukrosa (Belova, 1981). Selain itu, motilitas sampel sperma yang tidak bisa untuk dinilai karena pada saat pemakaian mikroskop fokus lensanya tidak baik. Sehingga yang terlihat hanya sperma berupa bintik-bintik putih saja.

Kesimpulan
Jadi, preservasi sperma adalah teknik pengawetan sperma dengan laturan yang isotonik. Motilitas sperma dapat dipengaruhi oleh suhu dan kualitas induk jantan yang dipakai. Serta kualitas alat pengamatan seperti mikroskop yang digunakan juga dapat mempengaruhi hasil pengamatan motilitas sperma.

Daftar Pustaka
Akhyar, Salman. M. 2004. Biologi Untuk SMA Kelas II Jilid 2A. Bandung : Grafindo Media Pratama.
Belova, N.V. 1981. Ecological-Physiological Peculiarities of Semen of Pond Carps. II. Change in the Physological Parameter of Spermetozoid of some carps under the influence of Enviromental Factors. Journal Icht.
Farid, A.1999. Pengaruh Lama Waktu Penyimpanan Pada Suhu 26o-28oC dan Suhu 4o-6oC Terhadap Kualitas Sperma Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.). [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Nasrulloh, A. F. 2006. Perkembangan Sperma Ikan Zebra (Branchydanio rerio) yang Diberi Pakan Dengan Berbagai Dosis Vitamin E. [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Sumantadinata K. 1979. Pengmbangbiakkan Ikan-ikan Peliharaan di Indonesia. Sastra Hudaya Jakarta.
Sutrisna. 2002. Keragaman Kualitas Sperma Ikan Patin (Pangasius hypophthalmus Sauvage) Pada Bulan Oktober 2000 – Februari 2000. [Skripsi]. Bogor: Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Tang, U. S. Dan Affandi, R. 2000. Biologi Reproduksi Ikan. Bogor :IPB Press.

Rabu, 27 Oktober 2010

TINGKAH LAKU PEMIJAHAN ANABANTIDAE DAN LIVEBEARER

Laporan praktikum M.K. Fisiologi Reproduksi Biota Air



TINGKAH LAKU PEMIJAHAN ANABANTIDAE DAN LIVEBEARER



Yulius Sudarwanto, J3H107061, Kelompok 4, Shift I


Abstrak
Praktikum ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku pemijahan ikan anabantidae dan ovovivipar, dari pemilihan induk hingga penetasan telur. Pengetahuan ini diperlukan, karena sifat tingkah laku pemijahan setiap ikan berbeda – beda. Ikan yang dipraktikumkan, yaitu ikan cupang termasuk famili anabantidae dan ikan guppy termasuk famili ovovivipar. Khusus untuk ikan guppy dilakukan praktikum untuk mengetahui hasil pemijahan dengan perlakuan sex reversal. Induk ikan cupang dipilih dengan ukuran kurang lebih 5 cm dengan perbandingan 1 : 1. Induk ikan cupang jantan dan betina ditempatkan di dalam satu ember, dengan induk betina ditempatkan dalam wadah gelas air mineral. Sedangkan induk ikan guppy dipilih ikan yang siap memijah dengan perbandingan 1 : 3. Induk ikan guppy jantan dan betina ditempatkan dalam satu akuarium.

Pendahuluan
Mengetahui tingkah laku pemijahan ikan berdasarkan sifat dan karakteristik ikan, sangat penting dalam setiap usaha pembudidayaan ikan. Karena hal ini berkaitan dengan tingkat keberhasilan dalam mengembangbiakan ikan. Selain itu, memberikan keuntungan yang maksimal seperti kelangsungan hidup ikan 100%. Untuk perlakuan ikan dengan sex reversal, yang bertujuan untuk menghasilkan populasi ikan monosex (jantan atau betina saja). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan lebih cepat dari lawan jenisnya seperti, ikan konsumsi dan penampilan yang lebih baik dari lawan jenisnya, seperti ikan hias.

Metodologi
Praktikum pengamatan tingkah laku dan pemijahan ikan cupang dilaksanakan pada hari sabtu sampai hari jumat, 8 sampai 14 Nopember 2008. Sedangkan praktikum tingkah laku pemijahan dan sex reversal ikan guppy dilaksanakan pada hari selasa dan hari rabu, 11 dan 12 Nopember 2008. Pengamatan tingkah laku dan pemijahan ikan cupang bertempat di rumah masing – masing. Untuk praktikum tingkah laku pemijahan dan sex reversal ikan guppy bertempat di bak perikanan budidaya, Diploma kampus Cilibende.
Alat – alat yang dipergunakan pada praktikum pemijahan ikan cupang adalah ember, gelas air mineral, dan saringan. Sedangkan bahan – bahan yang dipergunakan adalah induk ikan cupang jantan dan betina, eceng gondok, dan pakan (cacing rambut, telur ayam, dan kutu air). Alat – alat yang dipergunakan pada praktikum tingkah laku pemijahan dan sex reversal ikan guppy adalah akuarium, aerator, literan air, saringan, dan jarum suntik 1 ml. Sedangkan bahan – bahan yang dipergunakan adalah induk ikan guppy jantan dan betina, ekstrak madu, aromatase inhibitor, dan pakan pelet remah (crumble).
Prosedur praktikum pengamatan tingkah laku dan pemijahan ikan cupang, yaitu dipilih induk ikan cupang jantan dan betina dalam kondisi baik dan siap dipijahkan, induk ikan jantan yang siap dipijahkan dimasukkan ke dalam ember, induk betina ditempatkan dalam aqua gelas pada ember yang sama, setelah induk jantan membuat sarang berupa gelembung busa yang telah banyak dan menggumpal, induk betina dikeluarkan dari gelas air mineral agar dapat memulai pemijahan, induk betina dipisahkan dari induk jantan setelah berhenti bertelur dan semua telur menempel pada sarang, ikan jantan dibiarkan tetap berada di ember untuk menjaga telur sampai menetas, telur dihitung dengan cara kisaran sebagai derajat penetasan, setelah telur menetas induk jantan dipindahkan, larva ikan cupang dihitung untuk kelansungan hidup hari pertama, larva ikan diberi makan telur ayam rebus, selanjutnya larva ikan dihitung untuk kelangsungan hidup hari ke lima.
Perosedur praktikum pemijahan dan sex reversal ikan guppy, yaitu akuarium ukuran 20 x 30 cm disiapkan sebagai tempat pemijahan, akuarium diisi air sebanyak 4 L, ekstrak madu diambil dengan jarum suntik sebanyak 20 ml, kemudian ekstrak madu dilarutkan kedalam akuarium, akuarium diletakkan diatas rak dan diberi aerasi, setelah itu dipilih induk ikan guppy jantan yang memiliki bentuk ekor sempurna dan warna penuh, dan dipilih induk ikan guppy betina yang memiliki bentuk tubuh sempurna, perut besar dan warna ekor penuh, kemudian induk jantan dan betina dipasangkan dalam akuarium pemijahan yang telah diberi ekstrak madu dengan rasio 1 : 3, akuarium pemijahan diberi eceng gondok sebagai tempat berlindung, induk ikan jantan dan betina direndam dalam larutan ekstrak madu selama 12 jam, setelah 12 jam air diganti liter per liter dengan air baru setiap jeda waktu 10 menit, setelah induk melahirkan, induk jantan dipisahkan dari induk betina, anak – anak ikan guppy dipindahkan dari akuarium pemijahan beberapa jam setelah kelahiran. Anak ikan guppy dipelihara dalam akuarium pemeliharaan selama 7 hari.

Hasil dan pembahasan
A. Ikan Cupang Betta splendens
Cupang merupakan ikan petarung yang berasal dari Sumatera, Jawa, Thailand, Singapura, dan Malaysia. Ukuran tubuh cupang 5 – 10 cm. warnanya sangat menarik dan bermacam – macam. Ikan cupang dapat mengambil oksigen dari udara karena mampunyai labirin, sehingga dalam pemeliharaan tidak membutuhkan aerasi. Induk cupang jantan dan betina mudah dibedakan. Cupang jantan memiliki warna tubuh jauh lebih menarik, sirip lebih panjang, dan tubuh lebih langsing dari betina. Selain itu induk cupang jantan selalu membuat sarang berupa busa pada waktu memijah (Dermawan, 2006).
Berdasarkan hasil pengamatan tingkah laku pemijahan ikan cupang, diperoleh hasil survival rate (SR), fertilitation rate (FR), dan derajat penetasan (HR) seperti table dibawah ini.

Tabel. Hasil Analisa
Parameter Hasil (%)
Survival rate (SR)89.18
Fertilitation rate (FR)86.69
Derajat penetasan (HR)90.23

Survival rate atau kelangsungan hidup merupakan perbandingan antara jumlah ikan yang hidup hingga batas akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan dalam persen (%). Jumlah larva ikan pada awal pemeliharaan sebanyak 194 ekor dan jumlah larva ikan pada akhir pemeliharaan sebanyak 173 ekor. Fertilitation rate merupakan perbandingan antara jumlah telur yang dibuahi dengan jumlah telur yang dikeluarkan dalam persen. Jumlah telur yang dibuahi 215 butir dan jumlah telur yang dihasilkan 248 butir. Derajat penetasan merupakan perbandingan antara jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dibuahi dalam persen.
Hasil survival rate (SR) sebesar 89.18 %, fertilitation rate (FR) 86.69%, dan derajat penetasan (HR) 90.23%. Hasil dari setiap parameter tersebut diperoleh dari menjaga kualitas air sebaik mungkin, asupan pakan cukup dan sesuai, perlakuan pemijahan dan pemilihan induk yang baik.
Adapun tingkah laku pemijahan ikan cupang, yaitu pada saat induk ikan jantan dan betina dimasukkan dalam satu ember tetapi induk betina ditempatkan berada dalam gelas air mineral transparan. Induk ikan jantan akan menyerang induk ikan betina dan mengibaskan ekornya. Bila hal tersebut terjadi biarkan induk ikan betina tetap berada di dalam gelas air mineral hingga induk jantan berhenti menyerang dan membuat banyak sarang berupa busa serta terlihat garis horizontal ditubuh induk betina.
Selanjutnya, keluarkan induk betina dari gelas air mineral agar memijah dengan induk jantan. Kurang lebih keesokan hari, induk betina telah mengeluarkan telur. Telur yang dikeluarkan induk betina akan dibuahi dan diambil induk jantan dengan mulutnya untuk disusun pada sarang busa. Telur menetas kurang lebih selama 2 – 3 hari. Setelah memijah, betina segera dipisahkan karena kemungkinan akan memakan larva ikan. Tetapi induk jantan tetap dibiarkan sampai tiga hari atau sampai busanya hilang. Bila busa sudah hilang, induk jantan dapat diambil karena larvanya sudah bebas berenang. Tanda induk betina selesai memijah, induk betina akan menepi di pojok wadah pemijahan.



Gambar 1. Ikan Cupang Jantan




Gambar 2. Sarang busa ikan cupang

B. Ikan Guppy Poecilia reticulata
Ikan guppy berasal dari Trinidad, Barbados, Guyana, Brazil, dan Asia Tenggara. Ikan guppy bersifat omnivora (pemakan daging dan tumbuhan). Sperma induk jantan guppy dapat bertahan dalam tubuh induk betina hingga enam bulan. Panjang maksimal tubuh ikan guppy sekitar 5 – 6 cm. Untuk membedakan induk betina dan jantan tidak sulit. Warna tubuh jantan jauh lebih menarik dibanding betina. Induk jantan memiliki gonopodium atau modifikasi sirip anal sebagai alat kelamin sekunder permanen. Selain itu, sirip – sirip pada induk jantan lebih panjang dan lebar (Dermawan, 2006).
Pada praktikum ini pemijahan ikan guppy diberi Perlakuan sex reversal, yaitu teknik mengarahkan atau membalikkan jenis kelamin secara buatan dari jantan genotip menjadi betina fenotip atau sebaliknya pada masa sebelum terjadinya diferensisi seks. Bahan yang dipakai dalam perlakuan sex reversal, yaitu ekstrak madu dengan dosis 5 ml/L air. Perendaman induk ikan dilakukan selama 12 jam. Namun, pada praktikum ini terdapat beberapa kesalahan. Yaitu diketahui beberapa induk betina yang tidak melakukan kopulasi atau melahirkan larva. Hal tersebut tentunya merugikan dalam usaha pembudidayaan ikan. Kesalahan ini terjadi akibat dari pemilihan indukan betina yang masih belum siap memijah. Induk betina yang belum siap memijah ditandai dengan postur tubuh masih kecil dan perut belum mengandung telur, dan dapat dari umur induk betina yang belum mencapai usia siap reproduksi (Dermawan, 2006).
Adapun tingkah laku pemijahan ikan guppy, yaitu pada saat induk jantan dan induk betina dimasukan dalam satu akuarium, induk jantan secara agresif menarik perhatian induk betina dengan mengibas – ngibaskan ekornya, kurang lebih satu hari induk jantan mulai melakukan pemijahan dengan induk betina, induk jantan menyalurkan spermanya melalui alat reproduksi sekunder berupa gonopodium, dalam beberapa hari induk betina mengandung telur, setelah kurang lebih sebulan induk betina mengalami kopulasi dan disusul melahirkan larva ikan.



Gambar 3. Atas induk guppy jantan dan bawah induk guppy betina




Gambar 4. Tempat pemijahan ikan guppy

Daftar pustaka
Dermawan, Iwan. 2006. Budidaya Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta : Penebar Swadaya.